MCCC Gunungkidul; COVID-19 telah menjadi Pandemi, wabah dunia, dari satu kota di China kemudian menyebar hingga pelosok-pelosok. Interaksi dan mobilisasi manusia yang membantunya untuk menyebar luas. Disemburkan dari satu tubuh ke udara dan benda-benda di sekitarnya, kemudian masuk ke tubuh baru melalui selaput lendir di hidung, mulut, dan mata.
Ukuran virus yang sangat kecil, menyulitkan untuk mengetahui keberadaannya. Sementara orang yang terkontaminasi dan terinfeksi juga tidak selalu menunjukkan gejala khas. Proses interaksi mobilisasi manusia sudah sangat tinggi, dan sulit untuk dilambatkan ritmenya. Sekolah sudah diliburkan, beberapa tempat kerja sudah melakukan kerja dari rumah bagi karyawannya, beberapa membagi jadwal masuk ke kantor.
Semua bergerak dari bawah, inisiatif individu untuk menahan diri berdiam di rumah, belajar di rumah, bekerja dari rumah, tidak seimbang dengan faktor resiko yang terus bergerak dan berputar di luar rumah. Banyak orang terlanjur berharap bahwa dengan patuh menahan diri, maka bawah segera terkendali. Faktanya, angka kejadian terus naik, dan korban jiwa terus berjatuhan. Beberapa sudah sempat ditegakkan statusnya melalui pemeriksaan laborat, sebagian besar tidak mampu menjangkau pemeriksaan laborat. Semua yang sakit, kemudian meninggal dengan riwayat perjalanan atau kontak transmisi lokal, dimakamkan dengan prosedur isolasi.
Potensi partisipasi warga untuk melakukan karantina seolah diabaikan. Tampak kekecewaan dan keterpaksaan, dengan mulai ramainya jalan raya setelah dua pekan lengang. Upaya menahan diri di rumah bagai bertepuk sebelah tangan. Resiko besar terjadi ledakan kasus kembali muncul, dengan aktivitas interaksi dan mobilisasi manusia yang kembali, untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pola hidup bersih dan sehat yang diamalkan setiap individu menjadi satu-satunya harapan, untuk mengendalikan pertambahan korban COVID-19. Social distancing tidak berhasil, sebab orang-orang harus mencari nafkah di luar rumah. Phisical distancing cukup berat, sebab fasilitas umum belum sempat dirancang untuk demikian. Interaksi mobilisasi manusia sangat berat untuk dibendung. Semua itu memang tetap diupayakan, tapi dalam keterpaksaan ini perlu ditumbuhkan rasa tanggung jawab sosial.
Setiap individu yang beraktivitas di luar rumah, perlu menyadari bahwa dirinya sebagai faktor resiko. Agen penularan COVID-19 meskipun tanpa gejala. Bisa membawa kontaminasi pada area di sekitar yang didatangi, kantor, pasar warung, masjid dan tempat umum lainnya. Bisa mengkontaminasi rekan kerja, dan siapapun yang ditemui di luar rumah. Hingga membawa kontaminasi pulang ke rumah.
Selain tertib cuci tangan menggunakan sabun secara merata kemudian membilas di air mengalir, setiap individu yang keluar rumah wajib menggunakan masker. Bukan sekedar untuk melindungi jalan napas, tapi juga melindungi orang lain. Rasa tanggung jawab sosial kita, yang harus memastikan orang lain tidak berada dalam kondisi berbahaya, karena keberadaan kita. Menyadari bahwa diri kita membawa kontaminasi, dan memastikan semburan napas kita tidak membahayakan orang lain.
Masker kain sudah cukup untuk digunakan masyarakat umum. Diperlukan sekurangnya dua lapis kain dengan rongga atau kantong diantara lapisan itu. Sela diantara dua lapis kain itu digunakan untuk menambahkan tissue. Kemampuan menahan droplet bisa diuji dengan meniup api di lilin atau korek. Bila api tidak padam, maka kemampuan menahan droplet masih kurang. Tambahkan beberapa lipat tissue lagi.
Desain yang nyaman dari masker kain ini terdiri dari tiga lapisan. Lapisan luar berupa kain katun, lapisan tengah berupa tissue yang bisa diganti ulang, lapisan dalam yang menempel ke wajah dari bahan katun kaos. Ukuran serat tissue cukup rapat, bisa ditambah beberapa lipat tissue lagi bisa tiupan masih tembus. Kemampuan tissue untuk menyerap air dan minyak juga cukup baik, jadi bisa digunakan sebagai ukuran. Bila sudah terasa lembab maka ganti tissuenya. Pada masker kain yang tidak memiliki kantong, terpaksa harus meletakkan tisu langsung sebagai lapisan dalam. Agak kurang nyaman untuk bernapas, tapi masih berfungsi baik.
Setiap individu memerlukan sekurangnya dua masker kain. Setelah digunakan seharian, masker kain harus dicuci. Maka perlu masker kain yang lain untuk beraktivitas, saat masker yang telah dicuci menunggu kering. Dalam penggunaan jangka panjang, masker kain lebih irit, daripada masker sekali pakai seperti masker bedah. Sudah banyak yang berkreasi dengan macam-macam bahan, tentunya sama saja bisa digunakan bila memenuhi syarat tiupan tidak tembus.
Unit produksi di masyarakat bisa membuat masker kain dengan desain tiga lapis itu secara masal, hingga terjangkau semua kalangan. Putaran roda ekonomi yang melambat ini bisa disikapi UKM untuk memproduksi alat pelindung diri (APD) yang sedang dibutuhkan warga masyarakat. Dimulai dari masker kain ini, dan bila bisa dikembangkan juga memproduksi baju hazmat yang sangat dibutuhkan di pelayanan kesehatan saat ini.
Setelah semua orang yang beraktivitas di luar rumah menggunakan masker kain, diharapkan kontaminasi droplet COVID-19 bisa dikendalikan. Tentunya dengan tetap mengamalkan pola hidup bersih dan sehat secara lengkap setiap waktu.